Sabtu, 20 Agustus 2011

Kompetisi


Selamat pertama, bukan saya berikan karena anda berhasil diterima di kampus (katanya) rakyat ini. Selamat saya berikan kepada anda jauh sebelum itu, saat anda masih berwujud sel sperma yang berhasil mengalahkan jutaan pesaing lain yang hendak menuju ovarium. Ya, selamat karena anda telah memenangkan balapan kehidupan ini. Anda adalah pemenang.
 Saat anda hanya memiliki kepala dan buntut untuk berenang menuju rahim, anda sudah diajari bagaimana caranya berkompetisi untuk menuju finish. Kompetisi mengharuskan ada yang menang, dan memuncul yang kalah. Anda adalah Pemenang.
 Dalam kompetisi, bisa jadi anda adalah yang tersiap. Karena kemampuan anda memang di atas pesaing anda. Bukan juga mustahil, bahwa anda biasa saja, hanya saingan anda yang memang jauh diatas standar kesiapan menempuh balapan kehidupan ini. Bagaimanapun juga, Anda adalah pemenang.

 Pesaing anda, sel sperma yang lain, mungkin ada yang berenangnya tidak lancar karena buntutnya terlalu pendek, karena kepalanya agak bopak, atau karena tidak kuat dengan keasaman di rahim yang terlalu tinggi. Makanya, kemenangan anda bukan hanya perkara kehebatan mengarungi rahim, namun ada faktor kemenangan yang belum atau tidak dimiliki oleh pesaing anda. Anda adalah Pemenang.
 Biasanya, cacat sperma seperti itu disebab si empunya sperma punya pola hidup yang tidak sehat. Sering merokok, minum alkohol, jam tidur dan makan tidak teratur. Yang pasti, penyebabnya bukan hal yang hadir secara alamiah, melainkan ada sesuatu yang menyebabkan. Faktor keturunan juga ada penyebabnya. Anda adalah pemenang.
 Karena anda yang menang, maka anda tak perlu lagi berkompetisi. Lantas bagaimana nasib sperma lainnya? Mati. Dan, pernahkah anda membayangkan bahwa anda adalah satu dari jutaan yang kalah?. “Ah untuk apa? karena saya pemenang maka saya tak perlu memikir mereka yang kalah.”
 Selamat kedua baru saya tunjukkan atas keberhasilan anda menjadi mahasiswa di kampus (katanya) rakyat ini. Dan sedikit keprihatinan bagi mereka yang kalah. Serangkaian tes telah anda  lewati, beragam rintangan ekonomi anda kangkangi. Yang tidak berhasil menempuh ujian dan rintangan? Ya, mereka yang kalah.
 Sama seperti sperma, mahasiswa yang tidak lolos seleksi bukan tanpa alasan. Dari saat membeli formulir ujian saja bisa jadi sandungan. Ratusan ribu rupiah dibanderol sebagai legitimasi peserta ujian. Dari jutaan lulusan sekolah menengah, sudah gugur sekian persen karena tidak semua mampu membayar. Akhirnya, mereka yang kalah.
 Saat menempuh ujian, yang dihadapi bukan cuma perkara ekonomi, melainkan kemampuan intelegensi. Walau bila ditarik secara garis struktural, faktor ekonomi banyak juga mengambil peran dalam menentukan tingkat intelegensi manusia. Kata orang, tingkat intelegensi turut dipengaruh oleh asupan gizi, yang intelegensinya kurang disebab asupan gizinya kurang, asupan gizi kurang karena keterbatasan akses untuk mendapat gizi yang cukup. Singkatnya, manusia bodoh karena miskin. sudah berapa persen lagi yang tersisih. Merekalah yang kalah.
 Setelah lolos seleksi, apakah sudah selesai kompetisinya?. Di UNJ nampaknya belum. Bagaimana tidak, hingga akhir batas pendaftaran ulang mahasiswa 2011 masih ada 200-an mahasiswa yang belum melaksanakannya. Persoalannya bukan melulu tentang administrasi, kasus yang paling banyak ditemui justru karena tidak mampu membayar biaya masuk kuliah. Mereka juga kalah.
 Biaya kuliah yang melambung tinggi jadi penyebab tunggal. Kenaikan biaya hingga seratus persen benar mencekik harapan mengenyam bangku perguruan tinggi. UNJ memang sedang butuh dana segar dan instan, maklum kampus ini sedang dalam masa pembangunan. Berhubung UNJ belum punya potensi-potensi lain yang bisa dimaksimalkan sebagai sumber pendapatan, mahasiswalah yang kena getahnya. Mareka kalah, telak.
 Padahal, bicara pendidikan adalah hak masyarakat dan kewajiban negara untuk menyediakannya. Dasar Negara kita telah menjaminnya. Oh ya, belum lama ini saya sempat menonton lagi film 3 Idiots. Saya menonton bukan cuma karena Kareena Kapoor yang kelewat manis, melainkan karena Amir Khan berkata, pendidikan tidak pernah mengenal si kalah dan si menang, pendidikan bukan kompetisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar