Jumat, 02 November 2012

Post-Modernisme: Proyek Emansipasi Setengah Hati


Biasanya, ihwal Post-Modernisme akan dimulai dengan penjelasan bagaimana ia lahir dari ketidakpuasan proyek Modernitas. Modernitas yang pada awalnya diklaim sebagai solusi atas problem manusia dan kemanusiaan, diyakini pemikir Post-Modernisme justru makin mematikan manusia dan kemanusiaanya.
Namun, biarkan saya memulai menulis mengenai Post-Modernisme dari sastrawan cum jurnalis Goenawan Mohammad (GM).  GM dalam banyak tulisannya telah menunjukkan kecenderungan Post-Modernisme. Tidak perlu jauh-jauh melihat kecenderungan Post-Modernisme GM, sila baca Majalah Tempo, Edisi 29 Oktober-4 November 2012 dalam rubrik Catatan Pinggir yang diampunya sejak Majalah Tempo berdiri.
Edisi tersebut menyajikan GM sebagai seorang Post-Modernis. Dengan judul: Shih, GM bercerita mengenai monopoli Pemerintahan Republik Cina yang kala itu dipimpin Chiang Khaisek. Satu regu Biro Monopoli Tembakau Pemerintah Cina diceritakan GM merampas rokok, dan hasil penjualan rokok seorang pedagang di Taipe, Taiwan.
Kejadian ini kemudian meluas menjadi sebuah aksi protes terhadap otoritarianisme Pemerintahan Cina, yang kemudian secara reaksioner dibalas Chiang Khaisek dengan upaya pembersihan besar-besaran di Taiwan. 4000 orang terbunuh.
Bagian selanjutnya, GM bercerita mengenai saksi mata peristiwa tersebut: Shih-Ming Te. Shih bukan hanya saksi mata atas peristiwa tersebut, ia kemudian menjelma menjadi aktivis yang mengupayakan kebebasan Taiwan atas kekuasaan yang menindas. Akibatnya, 25 tahun hidupnya dihabiskan di penjara sebagai imbalan atas aksi protes menentang Pemerintah Cina.
Dalam kepala tulisan (Lead) GM menulis: Tak mudah mengatakan apa itu keadilan, tetapi tentang ketidak-adilan orang dapat mengenalinya dengan seketika. Shih juga merasakannya, ketika banyak ancaman, kekerasan, intimidasi dan varian bentuk penindasan bertamu ke hidupnya, ia dengan mudah mengklasifikasi bentuk tersebut sebagai sebuah ketidak-adilan. Namun, seringnya ia mendapat situasi tidak-adil, Shih tiba pada pertanyaan: lantas, apa itu sebuh keadilan?.