Minggu, 26 Juni 2011

Owen Story: Sekolah Binatang (tamat)


“Semangat betul kau Owen, hingga baru pulang selarut ini,” Prof Uber membuka pembicaraan saat Owen baru saja tiba di rumah.
Owen tidak langsung menjawab.
“Hey, burung hantu! Aku menanyamu!”
“Hancur,” jawab Owen singkat.
“Apanya?”
“Sekolah Binatang.”
“Mengapa.”
“Ternyata, bagaimanapun juga binatang tak akan mampu menjadi manusia,” keluh Owen “Badan Wilhelm memar karena jatuh dari pohon, hingga berkelahi dengan Illinov, Duke juga. Turton kakinya patah, bahkan Leona hingga pingsan saat mencoba untuk berenang. Dan seluruh murid sekolah binatang mengalami cedera.”
“Apa yang telah kamu lakukan Owen?”
“Membuat sekolah,”
“Bukan itu maksudku, mengapa kau menyuruh seekor babi dan bebek untuk memanjat, Kura-kura untuk berlari, bahkan seekor kucing hutan untuk berenang?” Tanya Prof Uber heran.

“Aku ingin supaya binatang tahu benar apa kebutuhan mereka. Seperti yang sudah kuceritakan, untuk mata pelajarannya aku dan para binatang sudah membicarakan. Empat mata pelajarn tersebut sudah para binatang sepakati,” papar Owen.
“Metode kalian tidak salah. Tetapi penyeragaman kalian yang tidak dapat ditolerir. Kemampuan mereka pun beragam dan tidakbisa di sama ratakan begitu saja,  Hingga kapanpun, kamu tidak akan bisa membuat seekor kucing untuk berenang seperti bebek. Dalam kelas besar Vertebrata saja ada lima jenis binatang, belum hingga ke jenisnya, bisa mencapai ribuan. Bahkan manusia yang ada dalam satu jenis pun punya alur aktualisasi kemampuan masing-masing, dan tidak bisa disamaratakan apalagi binatang yang jumlahnya sangat banyak,”
Prof Uber menghela nafas sebentar.
“Pendidikan bukan untuk mencipta, tetapi menjadi jalan untuk mencipta kemanusiaan, atau kebinatangan. Makanya, sudah sepatutnya ia harus sedemikian mungkin membuka pintu-pintu aktualisasi bagi individu yang selama ini tertutup atau bahkan belum diketahui,”
“Bukankah di semua sekolah mata pelajaran berlaku bagi semua murid?” Tanya Owen.
“Memang, dan bisa dilihat yang hanya mendapat input pengetahuan hanya dari sekolah hanya alam menjadi robot-robot dungu.mereka yang berhasil hidup adalah yang bisa belajar dari alam, binatang, tumbuhan, kenyataan, siang, malam, laut, semua yang ada di bumi dari yang nampak dan tidak nampak. dan oleh karenanya selalu ada reproduksi kehidupan,”
“Aku tidak mengerti,” Owen kebingungan.
“Mudahnya, bahwa Sekolah bukan satu-satunya tempat mendapat ilmu pengetahuan, Bumi ini luas. Apa Socrates sekolah? Apa Edison sekolah? Bagaimana dengan Einsten? Juga Shakespears? Pramoedya Ananta Toer?” Jelas Prof. Uber.
“Lantas sekolah tak berguna? Dan mengapa anda mengajar?” Tanya Owen.
“Bukan begitu. Hahahahahaha, aku bahkan memberi nilai apa yang diinginkan oleh murid-muridku. Mau kujelaskan sedikit sejarah mengapa sekolah itu hadir?” Prof. Uber mengajukan diri.
Owen hanya menggeleng.
“Dahulu di Yunani, saat ada seorang petani yang ingin belajar untuk membuat perkakas untuk lahannya, ia pergi ke pandai besi saat waktu bercocok tanamnya usai, pada waktu luangnya, bukan hanya petani, semua orang yang ingin mengetahui sesuatu yang menunjang aktivitasnya, ia pergi ke seseorang lebih paham untuk balajar saat waktu luangnya. Nah kegiatan saat waktu luang tersebut yang dinamakan Skhola,” Papar Prof. Uber.
“Hanya waktu luang?” Tanya Owen.
“Iya, dan ini berlangsung beratus-ratus tahun hingga Plato mendirikan Academia, sejenis sekolah semi formal yang mengajarkan ilmu-ilmu tentang kehidupan, matematika, ilmu alam, pokoknya tentang hal-hal dasariah manusia. Dalam perkembangannya, saat abad pencerahan di Eropa baru dibuat sekola formal. Disana dikelompokan berdasar umur dan mata-mata pelajaran yang ada saat itu berdasar ilmu-ilmu yang sedang maju-majunya di eropa,”
Prof. Uber melanjut penjelasannya. “Namun, sekolah justru hari ini dianggap sebagai satu-satunya sumber produksi ilmu pengetahuan, yang hanya menghasilkan robot-robot dungu. Kalau ada yang menyebut kita hari ini sedang memasukki masa post-modernisme dimana semuanya relatif dan tiap individu tidak bisa mengaktualisasi diri dengan sepenuhnya dengan beragam keterbatasan-keterbatasan yang ‘dibuat’, pendidikan cukup mengambil peran menciptakan hal tersebut.”
“Lantas apa yang harus kuperbuat,” Owen kembali bertanya.
“Tiap binatang punya kemampuan masing-masing untuk belajar. Jangan pernah memaksakan hal apapun, apalagi bila itu benar tak mungkin dilakukan dan tidak akan berguna bagi binatang tersebut. Untuk apa kau mengajari sapi berenang, toh dia tak akan memakan ikan. Namun, usahamu adalah sebuah keberhasilan luar biasa karena kau sendiri telah banyak belajar dari peristiwa ini”
Ya, yang didapat Owen memang jelas sebuah pelajaran bahwa pendidikan memang tak bisa disamaratakan bagi semua binatang. Bahwa pendidikan seharusnya membuka uang aktualisasi bukan malah menutup apalagi membuuhnya, juga bahwa sumber pengetahuan bukan hanya diperoleh di sekolah,
“Esok aku kan kembali ke hutan, aku akan meminta maaf dan membicarakan ini kepada semua binatang. Tentang keberlanjutan Sekolah Binatang, entah nanti akan disebut sekolah atau tidak intinya adalah kami, para binatang juga ingin belajar,”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar