Minggu, 26 Juni 2011

Owen Story: Sekolah Binatang (3)


Jam 8 pagi Owen sudah sampai di pohon besar di tengah hutan, Leona, dan Kun malah sudah sejak setengah jam yang lalu tiba di pohon. 15 menit kemudian Wilhelm dan Turton juga tiba.
“Kupikir aku yang datang paling dahulu,” sombong Turton.
Tak lama berselang Duke, Illinov, dan Josh juga datang. Mereka datang dengan berisik, Josh dengan tapak kaki yng besar saat berjalan sempat membut tanah di hutan sedikit bergetar, belum lagi Illinov yang mulutnya tak pernah berhenti berkicau.
“Perkenalkan ini Illinov dan Josh. Mereka juga ingin berpartisipasi dalam sekolah binatang,” Ucap Duke.
Belum tepat pukul 9, para binatang sudah berkumpul. Dengan sigap Owen nangkring di dahan pohon yag tak terlalu tinggi, supaya dilihat oleh para binatang.
“Baiklah, karena sekarang sudah jam 9 tepat bagimana bila kita langsung memulai sekolah kita? Dan seperti yang telah kita sepakati, pelajaran pertama kita adalah memanjat. Leona, Illinov dan Wilhelm kalian maju ke depan dan coba praktikan bagaimana cara memanjat,”

Awalnya adalah Leona yang mendemonstrasikan cara memanjat. Dengan cepat ia sudah mencapai tempat dimana Owen berdiri, seketika ia juga melompat ke dahan di atas Owen dan bertambah cepat, ia sudah sampai di puncak pohon. Seluruh binatang bertepuk tangan atas aksi yang dilaku oleh Leona.
“Intinya adalah cengkramkan kaki-kakimu dengan kuat ke batang pohon, dan gunakan kaki belakangmu untuk melompat serta kaki depanmu untuk meraih dahan pohon tujuan kita,” jelas Leona sambil turun ke tanah.

Illinov kemudian mengajukan diri untuk menjadi yang selanjutnya, “Aku bisa lebih cepat memanjat ketimbang Leona,” akunya.
Benar saja, Illinov dengan cepat berpindah dari satu dahan ke dahan lain. Bahkan, ia sempat bergelayutan dan salto di dahan yang besar. Illinov sampai di puncak pohon lebih cepat daripada Leona.
“Urusan memanjat, aku yang paling ahli, karena aku adalah monyet. Ini juga bukan tentang kekutan tapi tentang bakat dan insting” sombong Illinov.
“Sudah-sudah,” Owen coba mencair suasana. “Sekarang semua binatang coba berbaris dan satu-persatu coba memanjat. Illinov dan Leona kalian yang akan mengajar mereka untuk memanjat,”
Wilhelm yang ada di urutan paling depan dalam barisan jakan menuju pohon, dan mencoba untuk memanjat.  Kaki-kaki kecilnya mencoba mencengkram batang pohon, namun setiap ia coba melangkah sealnjutnya, ia jatuh. Semakin ia keras berusaha justru makin sering ia jatuh karena tak sanggup meraih cengkraman yang kuat pada batang pohon. Dari sekian usahanya paling banyak ia hanya mampu melangkah tiga kali sebelum terjatuh. Bahkan belum mencapai dahan pohon yang terdekat.
“Aku menyerah, daripada badanku babak belur,” ucap Wilhelm memelas.
“Dasar babi gendut pemalas!” Illinov membentak. “Padahal kukumu cukup besar untuk mencengkram dahan. Memang dasar kau pemalas makanya kau gendut dan tidak bisa memanjat.”
“Monyet kurang ajar, aku sudah gendut sejak keluar kandungan,” bela Wilhelm.
“Memang dasarnya kau pemalas!”
Mendengar perkataan itu Wilhelm terbangun dan langsung menyeruduk Illinov hingga Illinov terpelanting cukup jauh. Segera, Josh si beruang menuju mereka berdua karena melihat Illinov berniat memukul Wilhelm. Josh melerai mereka.
“Sudah Illinov, Wilhelm!” teriak Owen “kita mau melanjutkan pelajaran kita atau tidak?”
Illinov dan Wilhelm terdiam.
“Mau!” Pekik para binatang.
Barisan yang radi berhambur karena ulah Illinov dan Wilhelm kini tertib kembali. Duke yang berada di belakang Wilhelm tadi, kini mencoba gilirannya memanjat. Berkali ia coba memanjat, namun hasil capaiannya malah tak melebih Wilhelm. Ia juga terus menerus jatuh, “yang aku punya Selaput pada kaki untuk berenang, bukan untuk memanjat. Bahkan berjalan pun aku kesulitan.” Duke menyerah pada percobaan memanjatnya yang kelima.
Rata-rata para binatang, murid sekolah binatang sulit untuk memanjat. Selain Leona dan Illinov hanya ada seekor ular, musang, dan rubah yang mampu mencapai puncak. Sisanya, bahkan malah luka-luka akibat terjatuh tak mampu memanjat. Duke paling parah, satu helai bulunya malah patah.
Setelah semua binatang dapat giliran memanjat, semua istirahat di bawah pohon besar. Seelah istirahat sedikit, pukul 11 tepat Owen memulai pelajaran keduanya, terbang. Masih di bawah pohon, para binatang membentuk barisan. Kali ini, Owen sendiri yang menjadi pendemonstrasi aksi terbang. Ia tak langsung terbang cepat dan jauh, ia hanya terbang ke atas yang seberapa tinggi sambil mengibas sayapnya. Kun juga meniru apa yng dilaku Owen. Mereka berdua terbang ke atas bersama.
“Coba membaca angin dengan tanganmu, dan ayunkan perlahan ke atas dan ke bawah,” perintah Owen.
“Jangan lupa untuk menjaga napas, karena ini berguna mengatur keseimbanganmu,” tambah Kun.
Duke yang masih kesakitan, justru mengaju diri paling awal untuk terbang, ia yakin sebagai unggas. Paling tidak ia bisa terbang. Bulunya yang patah ia ikat di sebatang ranting pohon yang jatuh, ia mulai mengibak sayapnya. Ia berhasil terbang bahkan untuk jarak yang cukup jauh hingga dua kali bolak-balik ke barisan.
Duke jadi murid pertama sekaligus terakhir yang terbang. Murid lainnya hanya bisa melompat-lompat kecil ke atas. Saat mencoba melompat, Turton justru terjatuh dengan posisi terbalik hingga tak bisa bangun karena tempurungnya yang jadi landasannya. Ada sedikit nyeri yang dirasa saat jatuh, tempurungnya mengalami keretakan.
Karena, hanya Owen, Kun, dan Duke yang bisa terbang, mata pelajaran terbang diselesaikan sebelum waktu yang ditentu habis. Karena Owen juga melihat justru banyak binatang yang mengalami cedera, dan ia tak mau malah membuat para binatang sakit. Mereka kembali beristirahat dan menyembuhkan diri msing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar