Minggu, 26 Juni 2011

Owen Story: Sekolah Binatang (2)

Sampai di hutan, Owen bertemu dengan Kun, seorang merpati putih. Tak banyak basa-basi Owen langsung mengutarakan niatnya untuk mendirikan sekolah. Tak lupa ia memberitahu tentang beda binatang dan manusia, serta kegunan akal.
“Ini berguna supaya kita bisa menjadi binatang yang sesungguhnya, bahkan bukan mustahil kita bisa melampaui manusia,” jelas Owen.
“Apa kau serius, Owen?” tanya Kun.
“Iya makanya aku ke hutan, dan meminta bantuanmu untuk memberitahu pada binatang yang lain. Tiga jam lagi kita berkumpul di pohon besar di tengah hutan untuk membicarakan niatku dan mengkonsepkan sekolah kita,”
Mereka berpencar, setiap bertemu binatang. Owen dan Kun memberitahukan pertemuan di pohon besar tengah hutan guna membahas pendirian sekolah tersebut. Semua binatang yang ditemui menyetujui ide pembentukan sekolah tersebut. Baru  dua jam saja  sudah ada 20 binatang beragam jenis berkumpul. Dan sesampainya Owen disana, para binatang langsung membentuk barisan.
“Aku pikir segini sudah cukup,” Owen membuka pembicaraan.
“Seperti yang kita sedikit ketahui bahwa maksud kita berkumpul disini berniat untuk mendirikan sebuah sekolah. Di mana lewat sekolah kita akan bisa mengemansipasikan diri kita sebagai binatang. Dengan pendidikan, nantinya kita akan bisa menakluk alam, bukan hanya memanfaatkan seperti selama ini. Dan bukan pula mustahil kita melampaui manusia, karena manusia menjadi unggul dari binatang seperti sekarang karena pendidikan, sedang binatang tak mendapat pendidikan,” papar Owen.
“Namun, bukankah dalam pendidikan membutuhkan sesuatu yang musti dipelajari, dan apa yang harus kita pelajari?” Tanya Kun.
“Benar, namun sebelum itu apakah kita sepakat untuk membentuk sebuah sekolah?” Tanya Owen.
“Sepakat,” teriak para binatang hampir serempak.
“Nah, mengenai pertanyaan Kun apa yang musti kita pelajari mari kita konsepkan bersama. Mata pelajarannya bisa berupa hal yang kita butuhkan untuk bertahan hidup” ajak Owen.
“Sebagai kucing hutan, aku membutuhkan bagaimana caranya berlari yang cepat. Ini penting untuk aku bertahan hidup,” sahut Leona, seekor kucing hutan betina.
“Yang jelas terbang,” Timpal Kun.
“Oke, bagaimana binatang yang lainnya?” tanya Owen.
“Apakah berenang bisa dijadikan mata pelajaran, karena aku seekor bebek,” teriak Duke, seekor bebek muda yang enerjik.
“Duke benar, aku pun butuh berenang,” tambah Turton, seekor kura-kura .
“Kalau tentang berenang aku sudah paham benar, aku ingin bisa memanjat. Karena, kini aku dan babi-babi yang lain mulai menyukai apel. Dan bila kami bisa memanjat, kami tak perlu menunggu apel jatuh dari pohonnya,” pinta Wilhelm, seorang babi hutan yang lumayan gemuk.
“Ada yang lain?” Tanya Owen.
“Aku rasa cukup, karena empat hal tadi memang menjadi dasar untuk binatang agar bisa hidup,” jawab Kun.
“Baiklah dengan ini disepakati pendirian sekolah binatang dengan empat mata pelajaran dasar tadi, mengenai tempat kita bisa memakai sungai di utara untuk belajar berenang, pohon besar ini untuk belajar terbang dan memanjat, serta padang ilalang di timur untuk belajar berlari,” papar Owen.
“Mengenai waktunya?” Tanya Wilhelm.
“Kita mulai jam 9 pagi di pohon ini untuk belajar memanjat dan diteruskan belajar terbang, kemudian jam 1 siang kita ke timur untuk belajar berlari, dan jam 3 untuk belajar berenang di sungai,” Duke mengajukan usul.
“Bisa, dan mungkin bisa kita mulai besok,” aju Owen.
“Setuju,” para binatang bersemangat.
Sorak-sorai kegembiraan binatang lama-kelamaan mengecil seiring satu-persatu binatang meninggalkan pohon besar. Di hati para binatang, yakin betul bahwa dengan pendidikan mereka mampu. Owen juga hendak bergegas pulang ke rumah, karena ia tahu Prof. Uber tentu menunggunya. Dan ia juga tidak sabar untuk bercerita tentang pembentukan sekolah binatang.
Setelah berpamitan kepada binatang yang masih ada, Owen langsung mengepak sayapnya yang mulai renta dimakan usia. Namun, semangatnya tentang untuk membinatangkan binatang lewat pendidikan bisa sedikit memberi kekuatan pada Owen untuk tetap terbang.
Owen sampai sekitar pukul 5 sore di rumah. Benar saja, ternyata sesampainya di rumah Prof. Uber telah duduk manis di halaman belakang rumah sambil mengetik dan asik merokok cerutunya.
“Pasti kau sudah tak kuat terbang dari hutan menuju rumah, karena terlalu tua. Makanya kau baru tiba jam segini. Ya kan, burung hantu tua?” Tanya Prof. Uber.
“Kau lebih tua dariku Profesor Uber Kaczynski, bahkan rambut putihmu sudah banyak yang lenyap dari kepalamu,” jawab Owen.
“Bagaimana mungkin rambut bisa jadi ukuran kedewasaan makhluk hidup. Sejak kau lahir bulu-bulumu banyak yang putih.”
“Profesor bodoh, memang ada burung hantu berbulu ungu.”
“Dasar burung ambekan, coba ceritakan bagaimana di hutan tadi!”
“Tadi ada sekitar 20 binatang yang menyepakati pembentukan sekolah binatang. Dan telah dirundingkan ada empat mata pelajaran yang akan dipelajari nanti, yaitu; memanjat, berenang, berlari, dan terbang.”
“Begitu ya, kupikir memang itu jadi kebutuhan dasar bagi para binatang. Baguslah, lantas kapan sekoah mulai diadakan,” Tanya Prof. Uber.
“Besok pagi, pukul 9 sekolah dimulai, dan nanti jumlah binatang yang akan bersekolah akan bertambah, karena Duke si bebek kotor itu kan membawa Illinov si monyet dan Josh si beruang ikut bersekolah. Beberapa binatang lain juga ingin mengajak binatang lain,” papar Owen dengan semangat.
“Baiklah, namun nampaknya sebelum memulai bersekolah esok hari kau butuh banyak asupan nutrisi dahulu. Napasmu dari tadi tersengal-sengal, jangan sampai hari pertama sekolah kau malah sakit,”
“Oke Pak Profesor.”
“Kita kan sudah sama-sama profesor, jadi kau tak perlu memanggilku ‘pak’, panggil aku ‘bos’ sekarang. Hahahahahahaha,” canda Prof. Uber.
“Orang tua narsis.”
Owen kemudian ke halaman depan untuk makan, Prof. Uber juga melanjut menulis bukunya yang belum rampung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar