Senin, 23 Februari 2015

Shawshank yang Esa

Review The Shawshank Redemption (1994)



Ellis Boyd Redding putus semangat. Ini ketiga kalinya ia sedang dinilai kelayakannya untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. Oleh panelis ia ditanya apakah ia sudah terehabilitasi? Sudah siap menjalani hidup di dalam masyarakat kembali? Alih-alih mengiyakan si panelis, Red-sapaan akrab Ellis- berkata panjang lebar sembari mengejek si panelis hingga berujar: rehabilitasi, buatku rehabilitasi hanya omong kosong!
Padahal, di kedua kesempatan sebelumnya pada tahun-tahun sebelumnya, Red sangat antusias menjawab panelis. Ia katakan pada dua kesempatan tersebut bahwa ia sudah sepenuhnya terehabilitasi dan tak lagi jadi ancaman bagi masyarakat. Sayangnya, antusiasme di dua kesempatan sebelumnya tak membuat Red keluar penjara. Kesempatan ketigalah yang buat dia berhasil bebas dari Penjara Shawshank.

Waktu muda Red didakwa melakukan pembunuhan, ini yang membuatnya masuk Shawshank. Ellis Boyd Redding adalah karakter pembantu dalam The Shawshank Redemption (1994) yang diperankan Morgan Freeman. Sedangkan masa hukumanya dalam film tak begitu jelas diberitahu, yang jelas hingga uji kelayakan pembebasan bersyarat, Red telah menjalani hukuman selama 40 tahun.
The Shawshank Redemption bercerita mengenai usaha pelarian dari penjara Shawshank yang sangat epic dilakukan oleh Andy Dusfrane-diperankan oleh Tim Robbins-yang telaten menjebol tembok penjaranya hingga berakhir ke tempat pembuangan limbah. Lubang di tembok ditutupi bergantian oleh poster aktris perempuan terkenal, yang pertama adalah Rita Hayworth sebab film ini sendiri merupakan adaptasi dari novel Stephen King yang berjudul Rita Hayworth and Shawshank Redemption (1982). Setelah Rita poster itu diganti oleh Marilyn Monroe dan seorang perempuan dengan latar gurun berpakaian seperti Tarzan.
Shawshank sendiri merupakan penjara sungguhan yang aslinya bernama Ohio State Reformatory, terletak di Ohio, Amerika dan beroperasi mulai dari 1896 hingga 1990. Kini penjara tersebut telah menjadi sebuah museum.
Meski kalah di kategori paling bergengsi: Best Picture pada gelaran Oscars 1994 oleh Forrest Gump, The Shawshank Redemption sangat layak masuk ke dalam film terbaik sepanjang masa. Bahkan pada IMDB ia memuncaki klasemen sebagai film terbaik sepanjang masa dengan rating 9,2 dan dinilai oleh lebih dari 1,3 juta orang. Namun, soal dahsyatnya pelarian Andy tak akan dibahas disini, sudah banyak ulasan mengenai itu yang tersebar di internet dengan dibumbui kutipan paling lazim bagi motivator: hope is a good thing, maybe the best of things, and no good thing ever dies.
Terlepas dari segala epik dan plot twistnya, saya lebih tertarik membahas mengapa pada akhirnya Red malah jengah terhadap panelis dalam uji kelayakan pembebasan bersyaratnya ketiganya. Tapi, secara ‘ajaib’ ia justru berhasil dikeluarkan dari penjara.
Sebelum Red menjalani uji kelayakan pembebasan bersyaratnya yang kedua, salah satu anggota kelompok Red, Brooks Hatlen-diperankan oleh James Whitmore-sudah terlebih dahulu menjalaninya. Ia lulus uji tersebut setelah hampir 50 tahun dipenjara. Alih-alih siap memulai hidup baru di masyarakat Brooks malah menodong pisau kepada Heywood-diperankan Willian Sadler, juga salah seorang kelompok Red. Heywood awalnya hanya ingin mengucap selamat kepada Brooks untuk pembebasannya.
Brooks akhirnya keluar penjara, ia sempat tinggal di apartemen yang direkomendasikan pemerintah setempat dan bekerja di toko kelontong sebelum akhirnya bunuh diri. Sebelum mati, di malam-malam tidurnya ia sering terbangun merasa was-was, di toko kelontong ia dianggap sangat lambat oleh manajernya, sisanya ia hanya menghabiskan waktu memberi makan merpati di taman kota untuk sekadar menenangkan diri atas perubahan masyarakat yang semakin tergesa-gesa.

 Setelah 50 tahun dipenjara Brooks jelas tak mampu beradaptasi dengan masyarakat. Hanya bunuh diri pilihannya, sedangkan usianya terlampau tua untuk membuatnya melakukan tindakan kriminal kembali berharap reuni dengan temannya di Shawshank.
Heywood mungkin menganggap Brooks sekadar orang tua gila, tapi tidak bagi Red. Red sebut Brooks mengalami proses institusionalisasi. Dalam dialog yang sangat apik oleh Morgan Freeman, Red mengatakan institusionalisasi merupakan proses dimana seorang yang tadinya melakukan penolakan terhadap struktur yang ada di luar dirinya, kemudian ia menjadi terbiasa atas perangkatnya, dan akhirnya ia menjadi sangat bergantung terhadapnya.
Brooks telah jadi bagian dari Shawshank, Brook merupakan komponen kecil dari Shawshank. Brooks adalah Shawshank itu sendiri. Mayoritas dalam 50 tahunnya, Brooks ditugaskan menjadi satu-satunya penjaga perpustakaan penjara, ia mengantar dan mengambil buku kepada tahanan di selnya masing-masing. Di sini ia mampu berkomunkasi dengan seluruh tahanan dalam menawarkan buku, atau menagih buku. Sebuah kesempatan yang jelas tak dimiliki oleh tahanan manapun di Shawshank.
“Di Shawshank Brooks merupakan orang penting. Di Shawshank, Brooks merupakan orang yang berpendidikan,” ungkap Red.
Di sisi lain Brooks adalah peran penting dalam peredaran barang selundupan di Shawshank. Brooks merupakan kunci distribusi barang-barang tersebut sampai ke tangan konsumen. Ia biasanya menyelinapkan selendupan-selundupan itu di kereta dorong buku-bukunya.
Red sendiri adalah salah satu makelar barang-barang selundupan yang beredar di Shawshank Ia memenuhi semua kebutuhan tahanan yang tidak bisa masuk melalui prosedur formal penjara. Martil yang digunakan Andy untuk membuat lubang pelariannya, poster-poster perempuannya pun disediakan Red. Makanya ia tahu betul bahwa Brooks memainkan peran sentral di Shawshank, yang jelas tak berguna di luar penjara.
Penjara sebagai sebuah aktualisasi hukuman memang telah berkembang pesat sejak pencerahan. Foucault dalam The Birth of Prison terbit pertama kali dalam edisi Bahasa Inggris pada 1977 mengungkapkan bahwa sebelum Abad 19 dimulai hukuman bagi pelaku kriminal hanya ditandai oleh dua hal: kekerasan dan penyiksaan. Dalam pembahasan awalnya, Foucault memberi gambaran bagaimana hukuman bagi kriminal dilakukan justru dengan melakukan penyiksaan di depan publik:
Setelah pencerahan alih-alih memberikan efek jera via penyiksaan, bentuk hukuman justru tersentralistik di dalam penjara yang ditandai dengan mekanisme kontrol ketat. Patut dicatat bahwa dalam sistem hukuman modern melalui penjara dengan kontrol yang ketat didapat Foucault dari filsuf Inggris Jeremy Bentham.
Pada 1785, Bentham membangun sebuah konsep bangunan bernama Panopticon yakni sebuah bagunan setengah bundar yang pada beberapa ruang memiliki akses untuk melihat seluruh kegiatan di dalam satu kompleks bagunan secara utuh. Panopticon adalah tentang pengawasan penuh, atau paling tidak pihak yang diamati akan selalu merasa dapat diamati, meski pengamat tak melakukan pengamatan.


Konsekuensi dalam masyarakat panoptik ini adalah anggota-anggotanya (tahanan) menjalani karir-karir pendisiplinan bagi dirinya dalam ruang-ruang yang sudah ditentukan otoritas (organisasi penjara). Brooks mendapatkan sangat akrab dengan hal ini.
Tahanan lain-yang lebih muda dari Brooks-berpindah-pidah pekerjaan dari pekerja binatu ke bengkel kayu hingga pekerjaan luar penjara tanpa upah. Dalam satu adegan pekerjaan melapisi atap bangunan di luar penjara pun Brooks yang meski bagian dari kelompok Red, tak diikutsertakan oleh Red dalam peerjaan tersebut. Sebagai catatan pekerjaan tersebut dimanipulasi oleh Red agar yang mampu mendapatkan pekerjaan tersebut hanya ia dan teman-temannya saja.
Singkatnya, karakter Brooks hanya menjalani karirinya sebagai pustakawan dan seskali menjadi the messenger. Penjara sebagai field versi Bourdieu telah menyediakan habitus sekaligus menjadi modal bagi Brooks sebagai orang penting dan berpendidikan di Shawshank. Habitus yang diperoleh sebagai hasil dari pekerjaan jangka panjang dalam sebuah posisi pada dunia sosial (Ritzer: 2012, 294). Di luar Shawshank habitus dan modal tersebut tak berguna. Sebab field lain di luar Shawshank menyaratkan modal-modal lain dan menyediakan habitus yang berbeda bagi anggotanya.
Meski terlihat tenang, ketika pertama masuk Andy jelas gusar. Dalam beberapa kesempatan ia mencoba memberikan kembali habitus dari luar Shawshank ke dalam Shawshank kepada kawan-kawannya, terlebih setelah bunuh diri Brooks. Ia hanya meminta upah tiga botol bir untuk masing-masing temannya sebagai upah saran finansialnya kepada Kapten Hadley-diperankan oleh Clancy Brown, padahal ia telah berhenti minum alkohol. Ia juga pernah memutar musik klasik Itali dengan pengeras suara penjara yang sama sekali tak dimengerti oleh siapapun di Shawshank.
Tiga botol bir sebagai imbalannya bukan upaya Andy menjilat Kapten Hadley. Musik klasik Itali pun bukan sebagai hiburan karena memang tak ada tahanan yang sama sekali mengerti. Buat Red, hal tersebut hanya sekadar untuk mengingatkan para tahanan bahwa ada dunia normal, ada dunia lain di luar Shawshank, bahwa bir sekadar mengembalikan diri bagi tahanan untuk menjadi manusia karena bekerja di luar ruangan tak akan keren tanpa bir. Sayangnya kontrol yang ketat membuat seluruh upaya recalling Andy tersebut tak banyak implikasinya.
Red pada uji kelayakan ketiga pada akhirnya mengalami apa yang dirasakan Brooks, ia terinstitusionalisasi oleh Shawshank. Ia tak punya kemampuan yang berguna di luar Shawshank bahkan untuk melakukan tindakan kriminal lagi. Dan oleh karenanya panelisnya memberikan kelulusan.
Untungnya, Andy terlebih dahulu menyadari hal ini, sebelum melarikan diri-yang benar tak diketahui oleh Red-ia berpesan kepada Red untuk mengambil sepucuk surat di sebuah pohon Oak tempat dimana Andy melamar istrinya. Pesannya lebih kurang berisi untuk bersama-sama menjajal hidup di luar Shawshank bersama. Tanpa pesan Andy, Red tentu akan menyusul Brooks.



Referensi

Michel Foucault. Discipline and Punish: The Birth of The Prison. (New York: Vintage Books, 1995)
George Ritzer. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik sampai Perkemabngan Terakhir Posmodern.. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar