Review The Shawshank Redemption
(1994)
Ellis
Boyd Redding putus semangat. Ini ketiga kalinya ia sedang dinilai kelayakannya
untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. Oleh panelis ia ditanya apakah ia sudah
terehabilitasi? Sudah siap menjalani hidup di dalam masyarakat kembali?
Alih-alih mengiyakan si panelis, Red-sapaan akrab Ellis- berkata panjang lebar
sembari mengejek si panelis hingga berujar: rehabilitasi, buatku rehabilitasi
hanya omong kosong!
Padahal,
di kedua kesempatan sebelumnya pada tahun-tahun sebelumnya, Red sangat antusias
menjawab panelis. Ia katakan pada dua kesempatan tersebut bahwa ia sudah
sepenuhnya terehabilitasi dan tak lagi jadi ancaman bagi masyarakat. Sayangnya,
antusiasme di dua kesempatan sebelumnya tak membuat Red keluar penjara. Kesempatan
ketigalah yang buat dia berhasil bebas dari Penjara Shawshank.
Waktu
muda Red didakwa melakukan pembunuhan, ini yang membuatnya masuk Shawshank. Ellis
Boyd Redding adalah karakter pembantu dalam The Shawshank Redemption (1994) yang
diperankan Morgan Freeman. Sedangkan masa hukumanya dalam film tak begitu jelas
diberitahu, yang jelas hingga uji kelayakan pembebasan bersyarat, Red telah
menjalani hukuman selama 40 tahun.
The
Shawshank Redemption bercerita mengenai usaha pelarian dari penjara Shawshank
yang sangat epic dilakukan oleh Andy Dusfrane-diperankan oleh Tim Robbins-yang
telaten menjebol tembok penjaranya hingga berakhir ke tempat pembuangan limbah.
Lubang di tembok ditutupi bergantian oleh poster aktris perempuan terkenal, yang
pertama adalah Rita Hayworth sebab film ini sendiri merupakan adaptasi dari
novel Stephen King yang berjudul Rita
Hayworth and Shawshank Redemption (1982). Setelah Rita poster itu diganti
oleh Marilyn Monroe dan seorang perempuan dengan latar gurun berpakaian seperti
Tarzan.
Shawshank
sendiri merupakan penjara sungguhan yang aslinya bernama Ohio State
Reformatory, terletak di Ohio, Amerika dan beroperasi mulai dari 1896 hingga
1990. Kini penjara tersebut telah menjadi sebuah museum.
Meski
kalah di kategori paling bergengsi: Best Picture pada gelaran Oscars 1994 oleh
Forrest Gump, The Shawshank Redemption sangat layak masuk ke dalam film terbaik
sepanjang masa. Bahkan pada IMDB ia memuncaki klasemen sebagai film terbaik
sepanjang masa dengan rating 9,2 dan dinilai oleh lebih dari 1,3 juta orang.
Namun, soal dahsyatnya pelarian Andy tak akan dibahas disini, sudah banyak
ulasan mengenai itu yang tersebar di internet dengan dibumbui kutipan paling
lazim bagi motivator: hope is a good thing, maybe the best of things, and no
good thing ever dies.
Terlepas
dari segala epik dan plot twistnya, saya lebih tertarik membahas mengapa pada
akhirnya Red malah jengah terhadap panelis dalam uji kelayakan pembebasan
bersyaratnya ketiganya. Tapi, secara ‘ajaib’ ia justru berhasil dikeluarkan
dari penjara.
Sebelum
Red menjalani uji kelayakan pembebasan bersyaratnya yang kedua, salah satu
anggota kelompok Red, Brooks Hatlen-diperankan oleh James Whitmore-sudah
terlebih dahulu menjalaninya. Ia lulus uji tersebut setelah hampir 50 tahun
dipenjara. Alih-alih siap memulai hidup baru di masyarakat Brooks malah
menodong pisau kepada Heywood-diperankan Willian Sadler, juga salah seorang
kelompok Red. Heywood awalnya hanya ingin mengucap selamat kepada Brooks untuk
pembebasannya.
Brooks
akhirnya keluar penjara, ia sempat tinggal di apartemen yang direkomendasikan pemerintah
setempat dan bekerja di toko kelontong sebelum akhirnya bunuh diri. Sebelum
mati, di malam-malam tidurnya ia sering terbangun merasa was-was, di toko kelontong
ia dianggap sangat lambat oleh manajernya, sisanya ia hanya menghabiskan waktu
memberi makan merpati di taman kota untuk sekadar menenangkan diri atas
perubahan masyarakat yang semakin tergesa-gesa.
Setelah
50 tahun dipenjara Brooks jelas tak mampu beradaptasi dengan masyarakat. Hanya
bunuh diri pilihannya, sedangkan usianya terlampau tua untuk membuatnya
melakukan tindakan kriminal kembali berharap reuni dengan temannya di
Shawshank.
Heywood
mungkin menganggap Brooks sekadar orang tua gila, tapi tidak bagi Red. Red sebut
Brooks mengalami proses institusionalisasi. Dalam dialog yang sangat apik oleh
Morgan Freeman, Red mengatakan institusionalisasi merupakan proses dimana seorang
yang tadinya melakukan penolakan terhadap struktur yang ada di luar dirinya,
kemudian ia menjadi terbiasa atas perangkatnya, dan akhirnya ia menjadi sangat
bergantung terhadapnya.
Brooks
telah jadi bagian dari Shawshank, Brook merupakan komponen kecil dari
Shawshank. Brooks adalah Shawshank itu sendiri. Mayoritas dalam 50 tahunnya, Brooks
ditugaskan menjadi satu-satunya penjaga perpustakaan penjara, ia mengantar dan
mengambil buku kepada tahanan di selnya masing-masing. Di sini ia mampu
berkomunkasi dengan seluruh tahanan dalam menawarkan buku, atau menagih buku.
Sebuah kesempatan yang jelas tak dimiliki oleh tahanan manapun di Shawshank.
“Di
Shawshank Brooks merupakan orang penting. Di Shawshank, Brooks merupakan orang
yang berpendidikan,” ungkap Red.
Di
sisi lain Brooks adalah peran penting dalam peredaran barang selundupan di
Shawshank. Brooks merupakan kunci distribusi barang-barang tersebut sampai ke
tangan konsumen. Ia biasanya menyelinapkan selendupan-selundupan itu di kereta
dorong buku-bukunya.
Red
sendiri adalah salah satu makelar barang-barang selundupan yang beredar di
Shawshank Ia memenuhi semua kebutuhan tahanan yang tidak bisa masuk melalui
prosedur formal penjara. Martil yang digunakan Andy untuk membuat lubang
pelariannya, poster-poster perempuannya pun disediakan Red. Makanya ia tahu
betul bahwa Brooks memainkan peran sentral di Shawshank, yang jelas tak berguna
di luar penjara.
Penjara
sebagai sebuah aktualisasi hukuman memang telah berkembang pesat sejak
pencerahan. Foucault dalam The Birth of
Prison terbit pertama kali dalam edisi Bahasa Inggris pada 1977
mengungkapkan bahwa sebelum Abad 19 dimulai hukuman bagi pelaku kriminal hanya
ditandai oleh dua hal: kekerasan dan penyiksaan. Dalam pembahasan awalnya,
Foucault memberi gambaran bagaimana hukuman bagi kriminal dilakukan justru
dengan melakukan penyiksaan di depan publik:
Setelah pencerahan alih-alih memberikan efek jera
via penyiksaan, bentuk hukuman justru tersentralistik di dalam penjara yang
ditandai dengan mekanisme kontrol ketat. Patut dicatat bahwa dalam sistem
hukuman modern melalui penjara dengan kontrol yang ketat didapat Foucault dari filsuf
Inggris Jeremy Bentham.
Pada 1785, Bentham membangun sebuah konsep bangunan
bernama Panopticon yakni sebuah
bagunan setengah bundar yang pada beberapa ruang memiliki akses untuk melihat
seluruh kegiatan di dalam satu kompleks bagunan secara utuh. Panopticon adalah tentang pengawasan
penuh, atau paling tidak pihak yang diamati akan selalu merasa dapat diamati,
meski pengamat tak melakukan pengamatan.
Konsekuensi dalam masyarakat panoptik ini adalah anggota-anggotanya
(tahanan) menjalani karir-karir pendisiplinan bagi dirinya dalam ruang-ruang
yang sudah ditentukan otoritas (organisasi penjara). Brooks mendapatkan sangat
akrab dengan hal ini.
Tahanan lain-yang lebih muda dari Brooks-berpindah-pidah
pekerjaan dari pekerja binatu ke bengkel kayu hingga pekerjaan luar penjara tanpa
upah. Dalam satu adegan pekerjaan melapisi atap bangunan di luar penjara pun Brooks
yang meski bagian dari kelompok Red, tak diikutsertakan oleh Red dalam peerjaan
tersebut. Sebagai catatan pekerjaan tersebut dimanipulasi oleh Red agar yang
mampu mendapatkan pekerjaan tersebut hanya ia dan teman-temannya saja.
Singkatnya, karakter Brooks hanya menjalani
karirinya sebagai pustakawan dan seskali menjadi the messenger. Penjara sebagai
field versi Bourdieu telah menyediakan
habitus sekaligus menjadi modal bagi Brooks sebagai orang penting dan berpendidikan
di Shawshank. Habitus yang diperoleh sebagai hasil dari pekerjaan jangka
panjang dalam sebuah posisi pada dunia sosial (Ritzer: 2012, 294). Di luar
Shawshank habitus dan modal tersebut tak berguna. Sebab field lain di luar Shawshank menyaratkan modal-modal lain dan
menyediakan habitus yang berbeda bagi anggotanya.
Meski terlihat tenang, ketika pertama masuk Andy jelas
gusar. Dalam beberapa kesempatan ia mencoba memberikan kembali habitus dari
luar Shawshank ke dalam Shawshank kepada kawan-kawannya, terlebih setelah bunuh
diri Brooks. Ia hanya meminta upah tiga botol bir untuk masing-masing temannya sebagai
upah saran finansialnya kepada Kapten Hadley-diperankan oleh Clancy Brown,
padahal ia telah berhenti minum alkohol. Ia juga pernah memutar musik klasik Itali
dengan pengeras suara penjara yang sama sekali tak dimengerti oleh siapapun di
Shawshank.
Tiga botol bir sebagai imbalannya bukan upaya Andy
menjilat Kapten Hadley. Musik klasik Itali pun bukan sebagai hiburan karena
memang tak ada tahanan yang sama sekali mengerti. Buat Red, hal tersebut hanya
sekadar untuk mengingatkan para tahanan bahwa ada dunia normal, ada dunia lain
di luar Shawshank, bahwa bir sekadar mengembalikan diri bagi tahanan untuk
menjadi manusia karena bekerja di luar ruangan tak akan keren tanpa bir. Sayangnya
kontrol yang ketat membuat seluruh upaya recalling
Andy tersebut tak banyak implikasinya.
Red pada uji kelayakan ketiga pada akhirnya
mengalami apa yang dirasakan Brooks, ia terinstitusionalisasi oleh Shawshank. Ia
tak punya kemampuan yang berguna di luar Shawshank bahkan untuk melakukan
tindakan kriminal lagi. Dan oleh karenanya panelisnya memberikan kelulusan.
Untungnya, Andy terlebih dahulu menyadari hal ini,
sebelum melarikan diri-yang benar tak diketahui oleh Red-ia berpesan kepada Red
untuk mengambil sepucuk surat di sebuah pohon Oak tempat dimana Andy melamar istrinya.
Pesannya lebih kurang berisi untuk bersama-sama menjajal hidup di luar
Shawshank bersama. Tanpa pesan Andy, Red tentu akan menyusul Brooks.
Referensi
Michel Foucault. Discipline
and Punish: The Birth of The Prison. (New York: Vintage Books, 1995)
George
Ritzer. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi
Klasik sampai Perkemabngan Terakhir Posmodern.. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar