Ada banyak prinsip yang dapat digunakan seorang desainer
grafis. Namun, bagi desainer karbitan macam saya, prinsip KISS (Keep It Simple,
Stupid!) nampaknya memang paling cocok. Mengapa cocok? Buat saya, seorang
desainer grafis layaknya seorang nabi. Ia harus menyampaikan pesan yang mampu
dicerna oleh khalayak umum lewat media yang ia ciptakan. Makanya, prinsip KISS
memang sangat efektif digunakan bahkan bagi desainer yang mapan.
Dalam KISS efektifitas jadi panglima. Ia memadukan semua
komponen visual yang dibutuhkan dengan menyederhanakan bentuk, demi menuju
tatanan fungsionalis. Materi-materi penyusunnya juga berasal dari bentuk-bentuk
yang sederhana. Satu yang jadi langganan dalam merayakan KISS adalah tipe huruf
(font) Helvetica yang punya karakter sederhana dengan tingkat keterbacaan yang
tinggi. Manuel Krebs dalam Film Dokumentasi: Helvetica! menyatakan, “If
You’re not a good designer, and if you are not a designer. just use Helvetica.
It looks Good!”
Saya sendiri sangat menggandrungi Helvetica. Dalam
mendesain, belakangan saya tidak perlu banyak-banyak memakan waktu, karena
dalam urusan memilih huruf, Helvetica pilihan utamanya. Helvetica sendiri lahir
1960 di tangan Max Miedinger dan Eduard Hoffman dari perusahaan pembuat huruf
Haas di Swiss. Hingga kini, Helvetica menjadi huruf yang paling sering
digunakan di dunia untuk keperluan visual.
Max dan Eduard mengklaim bahwa Helvetica adalah anak
kandung dari modernitas. Ia lahir atas sebuah optimisme sebuah modernitas yang
apik setelah kemencekaman dunia lewat Perang Dunia Kedua, khususnya Fasisme. Buat
mereka berdua, makna hanya dikandung oleh kata-kata, bukan oleh huruf. Makanya huruf
harus bersifat netral dan tidak perlu sifat dan bentuk yang ekspresif. Huruf
hanya punya satu fungsi: tingkat keterbacaan (legibility) tinggi.